Menjaga Masa Depan Dengan Kewarasan Berpolitik

Putoet Argo

07 Oct 2014 | 21:15

Masalah bertubi-tubi datang dari dalam negeri terkait kondisi politik Indonesia. Sejak pemilihan presiden (pilpres) hingga pergantian pemerintahan atau masa transisi yang diwarnai gejolak politik ikut menyumbang pelemahan pasar keuangan. Kondisi ekonomi dalam negeri belum stabil.Juga dengan telah disahkannya RUU Pilkada, yang merupakan  pengangkatan kepala daerah ditunjuk langsung oleh anggota DPR yang disahkan pada tanggal 25 september 2014 berdasarkan hasil voting pada rapat paripurna anggota DPR.
RUU Pilkada ini sampai saat ini masih menimbulkan perdebatan, meskipun telah disahkan oleh DPR akan keberadaan undang-undang ini. RUU Pilkada yang telah disahkan ini pun telah digugat dan akan diuji materi oleh pihak yang tidak menyutujui RUU Pilkada ini yang menganggap bahwa RUU Pilkada ini menghapuskan hak pilih rakyat dalam memilih calon kepala daerahnya masing-masing. Akan tetapi gugatan ini ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. DPR ini memang cenderung menjadi lembaga negara istimewa. Bagaimana tidak istimewa membikin aturan ataupun undang-undang untuk dirinya sendiri, walaupun juga yang menyangkut lembaga lain, tentu saja akan cenderung yang menguntungkan anggota DPR sendiri. Sebaliknya aturan mainnya perlu dibenahi, agar DPR tidak menjadi sarang ternak tikus berdasi.
Kegemaran politikus untuk membuat pernyataan dan pemikiran yang kontroversial dan kontraproduktif, daripada untuk lebih giat lagi bekerja untuk rakyat, menjalankan fungsi legislasi untuk yang berada di legislatif. Dengan parameter jumlah pengesahan Perundangan per periode persidangan, maka fungsi legislasi masih pada jalur lambat, sehingga jumlah rancangan undang-undang yang masuk dan harus dibahas oleh DPR semakin menumpuk.
Benar saja. Hasil menunjukkan bahwa politisi itu sudah tidak beres arah otaknya. Hal ini salah satunya terlihat dari cara mereka berbicara. Melihat liputan ulah para politisi memang pekerjaan paling membosankan lagi menggelikan. Cenderung angkuh sok kuasa.
Menurut saya, politisi dalam hal rapat para politisi itu tidak lebih dari kerja kelompok sindikat.
Dan juga politisi yang berada di DPR. Dalam masalah rapat, satu kali rapat dengan durasi empat jam misalnya, interupsi yang terjadi bisa sampai berbelas-belas kali, berjam-jam. Kalau saja interupsi itu penting, Bisa dimaklumi. Tapi seringnya hanya asal mengajukan pendapat, tidak substansial. Belum lagi pernyataan yang sudah dilontarkan orang-orang sebelumnya, menjadi sangat menjenuhkan.
Satu hal yang bikin sering garuk-garuk kepala sampai plontos adalah cara mereka berbicara yang belepotan. Jadi, memang gampang sekali untuk saling memelintir omongan orang dan cenderung bertengkar untuk memperlihatkan pencitraan diri. Kalau tidak justru diam-diam bermain dibawah meja, alias kolusi.
Sebagian besar politisi kalau ngomong cenderung seperti orang kesurupan, yang diomongkan sebelumnya bisa tidak inget dan bisa bertolak belakang dengan omonganya yg baru dilontarkan. karakter orang yang kesurupan begitu, tidak sadar dengan apa yg pernah diomongin.
Dengan begitu, nyata bahwa sistem demokrasi yang semakin nampak mengkwatirkan hanya akan melahirkan pemimpin yang tidak bersikap jujur dan tidak bertanggung  jawab.
Semakin kasihan bangsa ini semakin tersesat dalam kehidupan yang semakin membingungkan dan mengarah pada ketidak pastian. Sebagaimana bahwa kemunduran akan terjadi jika ada yakni para pemimpim yang menyesatkan rakyatnya.
Kiranya kemiskinan dan janji-janji angin surga akan menjadi salah satu pekerjaan rumah yang paling berat untuk presiden terpilih JokoWi. Ini bukan masalah sederhana, karena terbukti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sulit mencapai target pengurangan kemiskinan dan merealisasikan janjinya.
Hal-hal diatas yang ramai diperbincangkan di tengah-tengah masyarakat. Tetapi masyarakat  hanya tersipu diam, sebab masih banyak persoalan yang dihadapinya dan sering membuat  mereka mempertengkarkan siapa yang berpenghianatan ataukah siapakah yang pandai dalam mencari muka. Padahal sejatinya rakyat pun telah sadar dalam demokrasi hanya sebagai objek untuk dimanfaatkan, dimobilisasi demi kepentingan, digiring layaknya memperangkap binatang untuk memilih masa depan rekaan para politisi yang sudah menghasilkan pengkhianatan. Bisa kita tebak jika mereka para politisi sudah bosan dan telah mendapatkan apa yang mereka inginkan, rakyat diterlantarkan dan lalu apa lagi yang akan bisa diharapkan lagi oleh masyarakat. Lalu siapakah yang harus kita ikuti di antara penghianat ataukah pencari muka. Ataukah rakyat masih relevan merindukan bulan.
Sepertinya energi bangsa ini masih akan terkuras banyak untuk melaksanakan pertempuran ego pengelola negri. Sebaiknya jika seseorang ingin menjadi pemimpin, hendaklah dapat mendahulukan kepentingan+baik masyarakat luas dahulu dan berbaik melayani semua golongan. Bila lembaga ini masih ingin disebut perwakilan rakyat. Ataukah ini tanda-tanda akan terlahirnya angkatan pergerakan yang baru !.
Nb: Dalam hal ini yang dimaksud politisi adalah oknumnya ! .yg jumlahnya mayoritas.

No comments:

Post a Comment

Budaya yang beraneka ragam memancarkan pesona yang tiada hentinya untuk di gali. Salah satunya adalah tentang tata busana atau fashion. Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki kekayaan tekstil yang terbanyak di dunia baik di lihat dari motif, bahan, cara pembuatan ataupun krianya. Aneka ragam kain-kain tradisional tersebar dari Sabang sampai Merauke, di mana setiap daerah memiliki corak yang khas yang menggambarkan keunggulan masing-masing daerah. Berbagai kreasi lintas kepulauan merupakan karya busana yang tercipta dengan beragam tekstil yang berasal dari seluruh Nusantara, menghadirkan keindahan ragam corak dan nuansa warna yang menawan, menimbulkan kekaguman bagi siapapun yang melihatnya.